RISALAH TENTANG PERSAHABATAN SEJATI
Seorang bijak berkata:
“Jika kawanmu sanggup menyebut keburukan seseorang di hadapanmu, maka
ketahuilah bahwa engkau adalah giliran berikutnya yang menjadi korban.”
“Sesungguhnya lubang jarum tidak terlalu sempit bagi dua orang sahabat
yang saling mencintai. Sebalikya, dunia ini tidak cukup luas bagi dua
orang yang bermusuhan.”
Benar apa yang dikatakan oleh Umar bin Khaththab: “Pertemuan dengan sahabat dapat menghilangkan duka.”
Sufyan pernah ditanya: “Apakah kebahagiaan hidup itu?”
Ia menjawab:“Berjumpa dengan sahabat.”
Yang dinyatakan oleh Sufyan adalah benar, karena menurut pepatah:
“Sahabat yang tulus ibarat perhiasan di kala senang, benteng kukuh di
kala susah. Jika melihatnya, hati merasa senang, jiwa menjadi tenang,
dan duka pun sirna.”
Berkata Khalid bin Shafwan: “Manusia yang
paling lemah adalah yang enggan bersahabat, dan lebih lemah lagi, orang
yang memutuskan tali persahabatan yang pernah terjalin.”
Seorang bijak mengatakan: “Harta karun yang paling berharga adalah sahabat sejati.”
Yang lain berkata: “Sahabat yang suka membantu adalah ibarat lengan dan siku.”
Menurut al-Kindi: “Sahabat adalah seorang manusia, dia ini kamu, hanya saja dia adalah orang lain.”
Orang bijak mengatakan: “Barangsiapa enggan menjalin persahabatan,
niscaya hidupnya dipenuhi permusuhan dan kehinaan. Aku bersaksi bahwa
sahabat sejati adalah kekayaan yang paling berharga dan bekal yang
paling istimewa, karena ia adalah sebagian dari jiwa dan penghapus
duka.”
Sementara pepatah bijak lainnya menyatakan: “Seringkali seorang sahabat lebih dicintai daripada saudara kandung sendiri.”
Mu’awiyah pernah ditanya: “Apa yang paling engkau sukai?” Ia menjawab:
“Seorang sahabat yang mendorongku agar mencintai rakyat.”
Ibnul-Mu’taz berkata: “Orang yang dekat terasa jauh karena permusuhan,
sementara orang yang jauh terasa dekat karena cinta dan kasih sayang.”
Malik bin Dinar berkata: “Dua insan tidak akan terikat dalam jalinan
ukhuwah, kecuali jika masing-masing memiliki sifat yang sama dengan
sahabatnya.”
karena itu, betapa banyak orang yang berjumpa
sekilas dalam perjalanan, kemudian berubah menjadi teman yang sangat
dekat. Ada juga orang yang anda kenal melalui sahabat lama, kemudian ia
menjadi sahabat yang lebih dekat ketimbang sahabat lama itu sendiri. Hal
tersebut biasa terjadi, karena anda menemukan beberapa kesamaan
perasaan, kesenangan, pemahaman, dan idea.
Kita terkadang tidak
suka melihat perangai seseorang. Tetapi ketika ia pergi, dan kita telah
bergaul dengan orang lain, ternyata orang itu lebih buruk perangainya.
Maka saat itulah mata kita baru terbuka, dan melihat sisi-sisi baik
sahabat pertama yang tidak pernah diperhitungkan sebelumnya.
Orang bijak mengatakan: “Adakah orang alim yang tak pernah salah, adakah
pedang yang tak tumpul, adakah orang baik yang tak pernah berubah.”
Sebuah pepatah mengatakan: “Orang yang mencari sahabat dengan syarat
tidak melihat kesalahannya dan tetap mencintainya, ibarat seorang
musafir yang sesat; semakin jauh melangkah, semakin jauh pula dari
negeri tujuan.”
Sa’id bin al-Musayyab berkata: “Tiada orang yang
mulia, alim, atau hebat yang terbebas dari kekurangan. Namun yang
penting adalah, sebagian kalangan manusia tidak baik jika dibeberkan
kekurangannya.”
Jika seseorang mampu mengendalikan emosi dan
berusaha keras agar tetap terfokus dengan sisi-sisi positif pada diri
sahabatnya, selalu yakin bahwa kebaikannya jauh lebih banyak dari
kekurangannya, niscaya tidak akan menzhalimi sahabat atau membuatnya
marah. Jika suatu waktu ia dibayangi oleh kesan negatif karena kesalahan
yang pernah dilakukan olehnya, maka ia mencoba merenungkan emosinya dan
mengatakan pada dirinya:
jika ia pernah menyakitiku
dengan perlakuan buruk satu kali
maka ia pernah berbuat baik kepadaku berkali-kali
jika sang kekasih melakukan satu kesalahan
segala kebaikannya membuka lebar pintu maaf
Jangan menyakiti hati sahabat yang datang untuk minta maaf dengan penuh
penyesalan atas kesalahan yang pernah ia buat. Perlakukanlah sahabatmu
sebagaimana kamu suka diperlakukan jika berada dalam posisinya.
Yunus an-Nahwi berkata: “Jangan musuhi seseorang, jika kamu mengira ia
tidak akan memusuhimu. Jangan ragu untuk bersahabat dengan siapa saja,
sekalipun kamu kira ia tidak akan menguntungkanmu. Sesungguhnya kamu
tidak pernah tahu, kapan harus waspada terhadap musuh dan kapan perlu
bantuan seorang sahabat. Jika ada yang meminta maaf darimu, maka
maafkanlah, sekalipun kamu mengetahuinya hanya berpura-pura, agar kamu
tidak banyak menyalahkan manusia.”
Betapa indah pepatah seorang
Arab Badwi yang mengatakan: “Orang yang penuh kasih sayangadalah yang
mau memaafkan dan mendahulukan kepentingan saudaranya.”
Dalam keadaan inilah, Abu Darda’ menyatakan: “Menegur seorang saudara adalah lebih baik daripada harus berpisah dengannya.”
Demikian pula dengan pepatah yang mengatakan: “Teguran dapat menjaga kelangsungan hubungan baik antara sesama manusia.”
Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa pada suatu saat Abu ‘Ubaid bin
Salam datang berkunjung kepada Imam Ahmad bin Hanbal, ia berkata: “Wahai
Abu Abdillah (panggilan Imam Ahmad), melihat kedudukanmu, seharusnya
aku mengunjungimu setiap hari.”
Imam Ahmad menjawab: “Jangan
berkata separti itu. Sesungguhnya beberapa sahabatku tidak pernah
bertemu kecuali hanya sekali dalam satu tahun, namun aku yakin mereka
lebih tulus daripada orang-orang yang bertemu denganku setiap hari.”
Ini merupakan realiti, ketulusan cinta tidak harus terbatas pada
orang-orang yang sering bertemu. Sebaliknya, kita sering bertemu dengan
orang yang tidak disukai bahkan menyebalkan.
Al-Yazidi
mengatakan: dalam sebuah pertemuan aku melihat Khalil bin Ahmad, ia
duduk di sudut ruangan yang beralaskan karpet. Khalil memberiku tempat
duduk, namun aku tidak mau membuatnya susah karena terlalu sempit.
Melihat keenggananku, Khalil berkata:
“Sesungguhnya lubang jarum
tidak terlalu sempit bagi dua orang sahabat yang saling mencintai.
Sebalikya, dunia ini tidak cukup luas bagi dua orang yang bermusuhan.”
Ungkapan separti itu menunjukkan bahwa anda betul-betul mencintai
sahabat. Kisah lainnya diriwayatkan oleh Muhammad bin Sulaiman. Suatu
ketika Muhammad bin Sulaiman berkata kepada Ibnu Sammak: “Aku mendengar
isu yang menyisihkanmu.” Ibnu Sammak menjawab: “Aku tidak peduli.”
Dengan nada heran Muhammad bin Sulaiman bertanya lagi: “Kenapa
demikian?” Ibnu Sammak segera menjawab: “karena jika isu itu benar, aku
yakin kamu pasti memaafkannya. Namun jika tidak benar, kamu tentu
menolaknya.”
Seorang Salaf menulis surat kepada sahabatnya: “Amma
ba’du, jika aku punya banyak sahabat yang tulus, maka engkaulah yang
menempali urutan pertama di antara mereka. Dan jika sedikit, maka engkau
adalah orang yang paling tulus di antara mereka. Namun jika sahabatku
itu hanya seorang, maka engkaulah orangnya.”
Umar bin Khaththab
berkata: “Janganlah cinta membuatmu terbelenggu oleh beban yang berat,
dan janganlah rasa bencimu membuatmu hancur lebur.”
Sementara itu
ada pula yang bingung menghadapi fenomena sahabat, karena sikapnya yang
saling bertentangan dan selalu berubah. Ia menggambarkan kebingungannya
dalam untaian puisi:
ku lihat pada dirimu
kumpulan akhlak baik dan buruk
engkau adalah sahabat yang
persis dengan sifat yang ku sebut
dibilang dekat tapi jauh
dungu tapi cerdas
sesaat dermawan lalu bakhil
taat tapi juga maksiat
lisanku akhirnya bingung
harus menghina atau memuji
hatiku pun menilai
dirimu antara tidak tahu dan mengarti
engkau bagaikan bunglon
sehingga membuatku seakan buta
tak mengarti
apakah engkau angin semilir atau badai prahara
aku tidak menipumu
menasihati pun tidak
karena tak tahu
ku putuskan tuk tidak menilaimu
Ada juga yang kecewa karena pernah dikhianati oleh sahabatnya; ia berkata:
ketahuilah bahwa orang-orang
yang pernah kupilih sebagai sahabat
bagaikan ular pasir
yang tak segan menggigit kawan
semula mereka kuanggap baik
namun setelah berteman
aku bagaikan orang
yang tinggal di lembah kering tiada tumbuhan
“Cintailah kekasihmu sesederhana mungkin, siapa tahu ia menjadi musuhmu
pada suatu saat nanti. Dan bencilah musuhmu sesederhana mungkin, siapa
tahu ia menjadi sahabat dekatmu pada suatu saat nanti.”
Seorang
bijak berkata: “Jika kawanmu sanggup menyebut keburukan seseorang di
hadapanmu, maka ketahuilah bahwa engkau adalah giliran berikutnya yang
menjadi korban.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar